“Peran Panglima TNI sebagai bagian dari pemerintah seharusnya menjadi penyejuk, bukannya menambah persoalan dan bermain di air keruh,” tukasnya.
Jakarta – Direktur Studi Demokrasi Rakyat (SDR), Hari Purwanto menilai jika Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo sedang mencoba keberuntungan pribadinya di tengah-tengah polemik tentang film G30S/PKI.
Apalagi saat ini memang isu tentang kebangkitan Partai Komunis Indonesia (PKI) sedang menjadi bargain isu yang cukup bagus, dan dibarengi dengan peristiwa kerusuhan di Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) oleh beberapa massa organisasi masyarakat (ormas) pada hari Senin (18/9/2017) dini hari lalu itu.
“Tiba-tiba Panglima TNI muncul dan menginstrusikan kepada jajarannya agar menonton film peristiwa G30S/PKI, yang pernah menjadi tontonan wajib di era Orde Baru,” kata Hari Purwanto dalam siaran persnya, Rabu (20/9/2017).
Aktivis 98 ini pun menilai jika isu kebangkitan PKI ini sengaja terus dimunculkan untuk membangkitkan emosi dari pihak-pihak yang berpolemik, khususnya TNI Angkatan Darat. Padahal menurutnya, polemik tentang kasus peristiwa Gerakan 30 September atau peristiwa PKI tersebut masih menjadi perdebatan yang sama-sama belum menemukan titik temu.
Melihat kondisi tersebut, Hari menilai seharusnya Panglima Jenderal Gatot harus bisa menjadi medium untuk meredakan situasi yang bergejolak, bukan justru sebaliknya membuat amarah publik semakin membara dan tidak terkontrol.
“Peran Panglima TNI sebagai bagian dari pemerintah seharusnya menjadi penyejuk, bukannya menambah persoalan dan bermain di air keruh,” tukasnya.
Selain itu, Hari pun memandang gelagat Jenderal Gatot ini seperti hanya untuk melepaskan dahaga kepentingan politik praktisnya, dimana jelang Jenderal TNI bintang empat itu akan memasuki masa pensiun yakni bulan Maret 2018 mendatang.
“Statement Panglima TNI bisa diisyaratkan sebagai mencari perhatian menjelang pensiun dan memanfaatkan waktu sebelum berakhirnya masa jabatannya. Sehingga berdampak dan memberikan peluang untuk melambungkan namanya tetap bertahan menuju tahun politik 2019,” nilai Hari.
Lebih lanjut, Hari pun mensinyalir dengan kuat bahwa isu kebangkitan PKI seperti yang digaungkan dewasa ini akan semakin kuat, apalagi tahun 2018 adalah tahun politik sehingga seluruh pihak yang merasa memiliki kepentingan di tahun politik tersebut, akan sama-sama pasang kuda-kuda.
“Pro dan kontra peristiwa G 30S tentunya akan digunakan kelompok-kelompok tertentu untuk mengambil keuntungan pra kondisi menuju tahun politik untuk meraih kekuasaan,” tutup Hari.
Diketahui, Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo menegaskan, bahwa dirinya tidak akan mencabut perintah agar jajarannya menggelar nonton bareng (Nobar) film Pengkhianatan G30S/PKI. Ia mengatakan, tujuan digelarnya Nobar film tersebut, sebagai pelajaran bagi generasi muda tentang sejarah yang pernah terjadi di Indonesia.
“Perintah (saya) mau apa emangnya?,” ucap Panglima TNI usai berziarah di makam Bung Karno, Blitar, Jawa Timur, Senin (18/9/2017).
Terkait polemik isi film tersebut, yang menurut sebagian kelompok tidak sepenuhnya benar, Panglima TNI mengatakan tidak ambil pusing. Panglima TNI juga menegaskan tidak akan memedulikan sikap dari kelompok-kelompok masyarakat yang menolak pemutaran film tersebut.
“Emang Gue pikirin. Menteri Dalam Negeri sudah mempersilahkan (pemutaran kembali film G30SPKI). Yang bisa melarang saya cuma pemerintah,” ujarnya.