DEPOK – Rezeki, umur, hidup dan mati seseorang adalah rahasia dan kuasa Tuhan. Manusia hanya bisa berusaha dan pasrah, karena Tuhan lah yang memiliki rencana terbaik bagi umatNya.
Ketika pagi hari kita terbangun dan sore hari mendapatkan musibah, tidak akan pernah menduga sebelumnya. Begitu pula yang dirasakan oleh keluarga yang menjadi korban demo people power (Gerakan Nasional Kedaulatan Rakyat / GNKR) 22 Maret yang diinisiasi Amien Rais cs.
Kaget dan syok, tubuh lemas dan air mata mengalir deras. Ketika orang-orang yang disayangi harus ‘pergi’ secara tiba-tiba tanpa ada sakit atau pertanda apapun sebelumnya.
Salah satunya korban itu adalah pemuda asal Depok Farhan Syafero, yang tewas saat aksi brutal kericuhan di Jakarta 22 Maret silam. Pihak keluarga korban Farhan mengaku sudah mengikhlaskan atas kepergian pria berusia 31 tahun itu.
Keluarga pastinya sedih dan sangat kehilangan Farhan. Ucapan bela sungkawa dan berdoa semoga keluarga korban diberikan ketabahan dan kesabaran menghadapi musibah ini terus mengalir.
Musibah adalah salah satu takdir Tuhan yang menguji ketegaran dan keikhlasan umatNya. Keluarga berusaha tegar dan ikhlas menerima garis yang sudah di rencanakan.
“Keluarga ikhlas, mau bagaimana lagi. Tuhan sayang sama dia,” ucap Ayah Farhan Syafri Alamsyah.
“Tuhan sayang sama dia. Kalau sudah waktunya meninggal kena ini kena itu ya meninggal. Memang itu jalannya, kita tidak bisa mengelak skenario dari Takdir Allah,” tandas Syafri Alamsyah.
Sebelumnya, Ayah Farhan, Syafri Alamsyah mengungkapkan jenazah putranya tidak diotopsi, dan hanya diberi keterangan meninggal oleh pihak rumah sakit. Dia menuturkan alasan jenasah putranya tidak diotopsi.
“Karena kemarin itu saya ngeliat anak saya ditelantarkan gitu aja di ruang jenasah, akhirnya kita bawa pulang langsung karena kasihan kan sudah dari jam 02:00 pagi sampai saya datang jam 07:00,” kata dia.
Farhan sempat dibawa ke RS Budi Kemuliaan. Direktur Pelayanan Medis RS Budi Kemuliaan, dr Muhammad Rifki, mengungkapkan ketika dibawa ke UGD Farhan dalam kondisi tidak sadar, karena detak jantungnya hampir tidak terdengar, petugas medis langsung melakukan tindakan resusitasi jantung paru (RJP).
“Ternyata setelah beberapa lama tidak berhasil, akhirnya dinyatakan meninggal,” jelas Rifki, seraya menambahkan jenasah kemudian dirujuk ke RSCM.