Dialog Bedah Resolusi, Pendekatan Demokrasi Sosial dan Nasionalisme Jadi Solusi

oleh -681 Dilihat

JAKARTA – Partai Rakyat Demokratik (PRD) menyoroti persoalan Papua yang belakangan ini mendapatkan sorotan publik tanah air.

Ketua Umum PRD Agus Jabo Priyono mengaku pihaknya bisa memberikan solusi cantik menyelesaikan persoalan di Papua. Kata Agus Jabo, dari musyawarah besar yang pernah dilakukannya telah menawarkan 3 resolusi terkait Papua.

“Melalui resolusi yang sudah ada, yang merupakan hasil pemikiran anak-anak muda Papua, merekalah yang sebenarnya generasi emas Papua. Karena itu tanpa melibatkan mereka dan dengan melakukan pendekatan secara kultural mustahil penyelesaian Papua bisa tercapai,” ungkap Agus Jabo.

Hal itu mengemuka dalam dialog bedah resolusi “Persoalan Papua” di lantai 8 Gedung PBNU, Senen Jakarta Pusat, Kamis (12/9/2019).

Menurut dia, ada tiga hal yang menjadi isi pokok resolusi : pertama, cara pandang bangsa Indonesia, yang selama ini masih hanya dipandang secara teritorial. Pihaknya harus melakukan pendekatan sosio nasionalisme (pendekatan kemanusiaan) dan demokrasi sosial yakni demokrasi yang melindungi kepentingan masyarakat Indonesia bukan hanya kelompok kapitalisme dan kekuasaan.

“Mari kita ubah cara pandang masyarakat dan negara terhadap Papua,” ucap Agus Jabo.

Berikutnya, tambah Agus Jabo, setiap persoalan harus diselesaikan dengan cara-cara damai/dialog dan demokratis. Negara tidak boleh merespon pemikiran-pemikiran masyarakat Papua dengan cara keras.

“Kita harus mendengarkan mereka dan kita harus mewadahi keinginan mereka, sebab yang memahami masalah di Papua adalah orang-orang Papua sendiri. Mulai dari masalah kesenjangan sosial dan otsus, sementara merekanjuga mempunyai persoalan suku dan marga-marga,” jelasnya.

“Suku-suku dan marga-marga tersebut harus memiliki keterwakilan didalam lembaga kegislatif. Keberadaan MPRP dan DPRP kemarin tidak mewakili keberadaan para suku dan marga yang ada,” terang Agus Jabo lagi.

Oleh karena itu, kata Agus Jabo, revisi UU Otsus perlu dilakukan. Hanya dengan menghargai aspirasi para dewan suku dan marga dilegislatif maka secara politik kita bisa menghargai suara Papua. Oleh karena itu lembaga yang perlu dibangun adalah Dewan Rakyat Papua (DRP).

“Siapapun yang hendak keluar-masuk Papua harus izin DRP. Silahkan kita diskusikan tentang resolusi ini. Dan kami juga sudah menyampaikannya kepublik untuk bisa ditawarkan kemana-mana,” sebutnya.

Ditempat yang sama, salah satu pemateri dari Aktivis Papua Arkilaus Baho menyebutkan, yang dibutuhkan Papua saat ini adalah DRP bukan MRP (Majelis Rakyat Papua). Dia menyebut DRP adalah Pancasila di Papua.

“DRP adalah Pancasila nya Papua, masyarakat Pupua memerlukan struktur birokrasi (Lembaga Politik) yaitu DRP. MRP harus diganti dengan DRP,” ucap Arkilaus.

Arkilaus menambahkan, permasalahan Papua tidak bisa dilihat dari perspektif Jakarta, tetapi harus dilihat dari Perspektif Papua.

“Saat ini banyak orang masih melihat permasalahan Papua hanya dengan perspektif Jakarta, tetapi permasalahan Papua harus dilihat dari perspektif orang Papua,” tambahnya.

Sementara itu, Ketua PKC PMII DKI Jakarta Daud Gerung memberikan pandangannya, konflik Papua harus diberikan perhatian lebih. Mengurus Papua itu tidak mudah, ada hal-hal berbeda yang harus diperhatikan.

“Masyarakat Papua itu spesial, mengurus Papua tidak mudah. Ada penanganan berbeda jika pemerintah serius ingin mengurus Papua. Budaya masyarakat Papua sangat berbeda dengan mayoritas daerah di Indonesia, sehingga treatmentnya harus berbeda juga,” tandas Daud.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.