Ancaman Aksi Terorisme 22 Mei 2019, Nyata dan Terencana

oleh -175 Dilihat

Oleh Stanislaus Riyanta

 

Jakarta – Rencana aksi teror 22 Mei 2019 oleh kelompok Jamaah Ansharut Daulah adalah ancaman serius bagi demokrasi dan negara Indonesia. Fenomena ini tidak boleh dianggap sepele, mengingat rencana aksi tersebut sudah direncanakan dan melibatkan banyak orang yang mempunyai kualifikasi kombatan. Selain itu para teroris juga menyiapkan material bahan peledak bom sebagai senjata untuk melakukan teror.

Kepiawaian Polri akhirnya mampu mengungkap rencana aksi teror tersebut. Tim Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror berhasil menangkap 29 orang yang diduga sebagai teroris pada bulan Mei ini. Rinciannya 18 orang ditangkap di Jakarta, Bekasi, Karawang, Tegal, Nganjuk, dan Bitung di Sulawesi Selatan. Sisa 11 orang lainnya ditangkap di sejumlah lokasi di Pulau Jawa, dan 9 dari 11 orang tersebut adalah anggota JAD. Penangkapan 11 tersangka ini disertai barang bukti berupa 1 pucuk senapan angin, 5 kotak peluru, dan satu pisau lempar.

Daftar di atas melengkapi hasil penangkapan Polri selama 2019 dengan total sebanyak 68  oranng terduga teroris. Penangkapan tersebut terdiri dari 4 tersangka ditangkap pada Januari, 1 tersangka pada Februari, 20 tersangka pada Maret, 14 tersangka pada April, dan 29 tersangka pada bulan Mei. Penangkapan tersebut mengakibatkan 8 orang meninggal yang salah satunya adalah pelaku yang meledakkan diri di Sibolga.

Rangkaian penangkapan kelompok teroris tersebut menunjukkan kierja positif Polri dalam mengendus rencana keji untuk melawan demokrasi Indonesia. Para teroris yang tertangkap diketahui didominasi oleh kelompok Jamaah Ansharut Daulah (JAD) yang berafiliasi dengan ISIS. Kelompok JAD saat ini adalah kelompok radikal pelaku teror yang paling besar di Indonesia.

Penangkapan yang dilakukan oleh Polri tentu bukan sekedar asal tangkap. Selain dengan bukti-bukti permulaan yang cukup seperti hasil dari pengembangan jaringan, bukti-bukti propaganda terkait anti demokrasi juga ditemukan. Dari hasil penelusuran, ditemukan media propaganda Hanifiyah Media, tertanggal 30 Rajab 1440H atau 4 April 2019, dengan judul “Syirik Parlemen dan Undang-Undang”. Media yang sangat mudah diperoleh dalam format softcopy tersebut berisi propaganda yang menentang sistem demokrasi Indonesia. Beberapa bulan sebelumnya Hanifiyah Media tertanggal 17 Jumadil Akhirah 1440 H atau 22 Februari 2019 juga memuat propaganda tentang “Kutukan Ajaran Demokrasi”. Beredarnya media propaganda ini menunjukkan bahwa rencana aksi oleh kelompok radikal untuk menganggu Pemilu di Indonesia tersebut memang sudah direncanakan, terbukti dengan adanya propaganda secara masif yang mengarah kepada anti demokrasi.

Ancaman terorisme harus dicegah sejak dini. Kelompok teroris akan memanfaatkan momentum tertentu untuk melakukan aksinya. Dengan motif ideologi dan kebutuhan eksistensi, maka momentum Pemilu dianggap tepat sebagai waktu melakukan aksinya. Kerumunan massa dan konsentrasi aparat keamanan menjadi target utama yang sangat potensial bagi kelompok teroris. Selain itu publikasi media yang masif akan menjadi pertimbangan khusus bagi kelompok teroris mengingat kebutuhan eksistensi mereka terutama untuk menarik perhatian jaringan trans nasional kelompok radikal.

Kinerja Polri yang mampu mereduksi kekuatan kelompok radikal yang berencana mengganggu proses demokrasi, Pemilu 2019, patut diapresiasi. Masyarakat perlu memberikan dukungan dengan tidak memberikan ruang dan kesempatan kepada kelompok radikal ini untuk beraksi, dengan meningkatkan kewaspadaan dan tidak melakukan aktifitas yang tidak perlu yang dapat menjadi sasaran potensial dari teroris.