JIHN dan Pakar Hukum Desak Pengesahan RUU KUHAP Sebelum 2026

oleh -25 Dilihat

Jakarta – Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menjadi sorotan semua pihak, termasuk para pakar dan akademisi. revisi KUHAP mesti segera diketok palu.

“KUHAP adalah adalah bekas hukum kolonial, yang harus diubah,” kata Ketua Umum Jaringan Intelektual Hukum Nasional (JIHN) Riswan Siahaan kepada wartawan, Jumat, 25 Juli 2025.

Revisi KUHAP disebut harus mempertimbangkan perkembangan hukum dan kebutuhan masyarakat. Hal ini disampaikan dalam diskusi publik bertema “Urgensi Pembaruan KUHAP: Mengapa Kita Membutuhkannya”, yang digelar oleh Jaringan Intelektual Hukum Nasional.

Riswan mengatakan KUHAP adalah hukum yang dibuat pada zaman kolonial, yang menurutnya sebagai orang hukum perlu ada pembaruan hukum sendiri. Dengan adanya pembaruan hukum, kata dia, dapat memberikan rasa pencerahan dan berkeadilan terhadap masyarakat dan aktivis.

“Oleh karena itu, kami dari Jaringan Intelektual Hukum Nasional sangat mendukung revisi KUHAP ini menjadi landasan hukum baru, supaya hukum kita di Indonesia ini yang penuh dengan keadilan,” ujarnya.

Pakar Hukum Pidana Universitas Al-Azhar Prof. Suparji Ahmad menambahkan, KUHAP harus diganti. Kemudian, pelaksanaannya dimulai pada 2 Januari 2026.

Suparji mengibaratkan KUHAP adalah sebuah menu makanan yang tentunya harus ada cara bagaimana memakannya, menghidangkannya, menyantapnya, dan lain sebagainya. Maka cara melaksanakannya, cara menegakkannya, itulah yang kemudian disebut sebagai hukum acara pidana. Mengingat materinya sudah berubah, maka acaranya juga harus berubah.

“Maka, untuk itu lah diperlukan perubahan dalam kitab undang-undang hukum acara pidana, yang utamanya dalam rangka menyesuaikan KUHAP Nasional Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023,” ujar pakar hukum pidana itu.

Menurut Suparji Ahmad isu strategis dalam konteks KUHAP yang paling mendasar adalah bagaimana menciptakan kolaborasi antar penegak hukum. Khusunya, menerapkan teori kolaboratif fungsional system.

“Bagaimana sistem yang mengolaborasikan tentang fungsi. Bahwa jangan sampai ada persaingan antarpenegak hukum,” kata dia.

Suparji Ahmad mencatat beberapa hal yang urgen terkait pasal dalam RUU KUHAP. Antara lain, akan diberlakukan mulai 2 Januari 2026, RUU KUHAP yang baru mengedepankan rehabilitasi bagi narapidana sehingga meminimalisir anggaran negara dan bisa dialihkan untuk program Makan Bergizi Gratis (MGB).

Kemudian, dalam RUU KUHAP yang baru akan ada penambahan alat bukti selain saksi, surat, petunjuk, keterangan ahli, keterangan saksi, keterangan terdakwa. Termasuk, alat bukuti elektronik yang berkaitan dengan penyadapan.

Lalu, subjek penyidik ada polisi, sipil, penyidik tertentu, dan mestinya penyidik tunggal hanya Polri. Selanjutnya, penasehat hukum bisa mendampingi terlapor dan saksi, serta dalam RUU KUHAP harus ada kolaborasi antara penegak hukum agar tidak menimbulkan persaingan.

Diskusi ini digelar oleh Jaringan Intelektual Hukum Nasional, dengan tema “Urgensi Pembaruan KUHAP: Mengapa Kita Membutuhkannya”. Kegiatan ini dihadiri Pakar Hukum Pidana sekaligus Akademjsi, Suparji Ahmad; Aktivis Muda atau Komrad Pancasila, Anthoni Yuda; dan Advokasi, Yerikho Manurung.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.