Papua — Polemik terkait aktivitas pertambangan di wilayah Raja Ampat kembali memicu ketegangan, kali ini akibat pernyataan aktivis lingkungan Dandhy Laksono yang dinilai menghina dan merendahkan martabat masyarakat adat Papua, khususnya komunitas Adat Kawei.
Dalam pernyataannya, Dandhy Laksono menyatakan keprihatinannya terhadap sikap sebagian masyarakat adat Kawei yang dinilainya masih memiliki “pemikiran terbelakang” dan “mudah dibodohi” oleh janji-janji keuntungan jangka pendek dari aktivitas pertambangan di wilayah tersebut. Ia juga menuding masyarakat adat yang mendukung pertambangan sebagai “masyarakat sesat” karena tidak memahami dampak lingkungan dari aktivitas tersebut
Pernyataan tersebut langsung menuai reaksi keras dari Ketua Adat Kawei, Korinus Ayello. Dalam keterangannya, Korinus menilai pernyataan Dandhy tidak hanya tendensius, tetapi juga melecehkan harkat dan martabat masyarakat Papua. Ia mempertanyakan legitimasi Dandhy dalam membuat penilaian terhadap masyarakat adat Papua.
“Dandhy Laksono itu siapa, orang mana dan ada peran apa di Papua? Sampai berani menghakimi orang Papua sebagai masyarakat terbelakang,” tegas Korinus.
Korinus juga mengingatkan bahwa ucapan semacam itu berpotensi memicu konflik sosial dan menambah luka batin masyarakat Papua yang selama ini merasa sering diremehkan dan dimanfaatkan, baik oleh pihak luar maupun oleh negara.
Masyarakat adat Kawei, kata Korinus, menuntut agar Dandhy Laksono segera mencabut pernyataannya dan meminta maaf secara terbuka kepada masyarakat adat Papua. Menurutnya, secara adat, pernyataan Dandhy telah melukai seluruh masyarakat adat Papua dan layak dikenai sanksi adat.
“Kami akan kenakan sanksi adat jika yang bersangkutan tidak menunjukkan itikad baik. Ini bukan sekadar persoalan pribadi, tapi menyangkut martabat masyarakat Papua secara keseluruhan,” tambahnya.
Selain itu, pihaknya juga meminta aparat Kepolisian untuk segera bertindak atas pernyataan yang dinilai provokatif tersebut karena dikhawatirkan bisa memicu konflik horizontal di masyarakat.